Saturday, June 09, 2007

MALING AYAM

Ada kalanya kalangan internal maupun eksternal di lingkungan tempat saya bekerja mempertanyakan buat apa sih lembaga tempat saya bekerja melakukan upaya pengembangan desa? Pertanyaan ini pada umumnya ditautkan pada fakta bahwa lembaga tsb adalah lembaga non komersial yang tidak butuh “iklan” untuk memasarkan produknya. Sambil garuk-garuk hidung, saya bingung. Soalnya berbuat baik disamakan dengan iklan. Tapi menjawabnya tidak mudah karena tidak tahu harus mulai dari mana.

Salah satu kenyataan telak yang berkumandang di tengah masyarakat adalah rasa tidak percaya. Hal ini acapkali dilontarkan dalam ucapan maupun tindak perilaku. Terorisme politis telah berhasil mendudukkan rasa tidak percaya dalam koridor utama kehidupan masyarakat. Coba deh, menembus kompleks perumahan elite Pondok Indah. Portal demi portal akan menghadang dan memaksa kita mengambil langkah balik. Penghuni tidak percaya pada orang yang bukan penghuni yang mencoba untuk berlalu lalang di depan huniannya. Main hakim sendiri seperti memukuli maling ayam sampai mati adalah perwujudan lainnya dari rasa tidak percaya yang ditujukan pada aparat hukum.

Bisa dibayangkan bila tempat saya bekerja tidak dipercaya oleh masyarakat. Apa jadinya dengan kebijakan yang diterbitkan untuk menata salah satu sistem yang berlaku di masyarakat. Dijalankan sih iya...tapi seperti halnya kasus maling ayam, masyarakat akan berupaya keras untuk menggebukinya sampai mati karena tidak percaya. Dengan demikian pembangunan desa merupakan salah satu bentuk upaya untuk membangun rasa percaya masyarakat terhadap lembaga. Eittt...entar dulu..bukan membangun desanya, tapi niat baiknya untuk membuktikan saling ketergantungan antara lembaga dengan lingkungan yang perlu dibuktikan dalam bentuk saling berniat baik. Pembangunan desa kebetulan menjadi pilihan bentuk perwujudannya.

Labels: , , ,

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home