Sunday, July 23, 2006

KERIAAN

Tepatnya pada hari Rabu, tanggal 20 Juli 2006 di Desa Mekarjaya. Gadis-gadis berpupur dan bergincu, kakek berkopiah hitam, ibu menggendong bayi dan bocah yang lendir hidungnya mengering di pipi hadir di sekolah SDN Mekarjaya. Masih ada ratusan dan bahkan ribuan gadis berpupur, kakek berkopiah, ibu dan bayi serta bocah-bocah lainnya disana. Kekeringan yang melanda desa Mekarjaya dibasahi oleh hujan keriaan yang membawa harapan.

Kehadiran pimpinan tertinggi untuk meresmikan program Desa Kita di sambut secara luar biasa untuk ukuran desa Mekarjaya. Di mata-mata yang hadir terbersit berbagai harapan. Harapan yang dikhawatirkan bukan merupakan harapan yang sama dengan yang ditargetkan. Harapan biasanya dikaitkan dengan wishful thinking, mimpi bersama, dari ketidakberwujudan menjadi kenyataan. potensi-potensi kedua belah pihak yang seharusnya disintesakan terlupakan begitu saja, seperti bibit padi yang menggoler dan mengering karena ketiadaan air yang membasahinya, kehilangan potensinya, hanya karena hujan alpa hadir.
Kering dan getas, bumi Mekarjaya. Gemerlap lampu kota mengundang penduduk Mekarjaya untuk mencari perbaikan nasib di sana. Indotel, Indo Mie Telor, mata pencaharian di kota. Solusi semu. Menggeser masalah dari desa ke kota dan kembali lagi ke desa. “Permasalahan di kota, penyelesaiannya di desa, permasalahan di desa, penyelesaiannya di kota”, ujar pimpinan tertinggi. Mekarjaya, bukan hanya Mekarjaya, tapi bagian dari kehidupan kita. Desa Kita.

Harapan, juga ada di mata pimpinan. Harapan agar penduduk Mekarjaya menyadari bahwa solusi hanya ada di diri mereka, ada pada potensi mereka. Lembaga yang dipimpinnya hanya memberikan sarana, membantu proses, tapi semuanya berpulang pada mereka sendiri. Rampak gendang menyambut kehadiran Putra Harapan. Mengalunkan irama ceria yang membungkus rintihan kemiskinan. Suaranya bertalu-talu menghardik nurani, menggetarkan langit.

Labels: ,

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home