Friday, July 07, 2006

STARTING WITH THE END IN MIND

Biarpun ini pemikiran mengenai Desa Kita kagetan, tidak pernah terbersit sedikitpun bahwa ini adalah sesuatu yang remeh-temeh. In fact, ini harus jadi model panutan. Bayangkan saja, kalau setiap organisasi memilih satu desa untuk dibantu secara terfokus! Tapi bagaimana? Berbagai literatur membahas masalah ini dan banyak ide-ide liar yang menari-nari di benak. Permasalahannya bukan ide. Siapa saja bisa mimpi dan boleh mimpi, tapi bagaimana mengalirkan mimpi menjadi kenyataan, that’s the art of management. Mengalirkan ide menjadi suatu konsep yang terstruktur.

“Starting with the end in Mind”…. Mungkinkah menjahit baju tanpa pola?; atau membangun rumah tanpa blue print? Mungkin saja…tapi baju dan rumah apa yang di dapat? Pertanyaan yang paling mendasar yang perlu diajukan adalah “Mengapa program ini ada?”, mengapa program ini diperlukan?” Program ini ada karena setiap lembaga memiliki kewajiban untuk menciptakan nilai tambah, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk masyarakat. Duh..kesannya sok ideal gitu. Coba ideal dikit nggak apa-apa juga kali ya. Nilai tambah apa yang bisa ditautkan dengan produk lembaga?

Bermimpi bukan hanya buah tidur. Reality leaves a lot to the imagination, kata John Lennon; I dream my painting and then paint my dream, kilah Vincent van Gogh. Mimpi dan realita agar ditata untuk duduk setara, tidak berseberangan. Terlalu naif kalau bicara tentang mimpi yang besar untuk Desa Kita. Cukup sebatas adanya sebuah kesadaran akan potensi dan peluang untuk pemberdayaan potensi mereka. Kalau sudah ada semangat dan selanjutnya menyadari potensi diri, rasanya sudah luar biasa. This is the end but the end in mind. Ini suatu awal.

Bagaimana caranya untuk membuat the end in mind, yang adalah sebuah mimpi bersanding setara dengan realita. Salah seorang Pimpinan Tertinggi di lembaga ini berpendapat:"Harus mulai dari ekonominya. Kalau ekonominya sudah membaik, otomatis yang lain akan ikut baik." Otomatis, catet!!! Mesin bisa otomatis, tapi we are dealing with human and zillions of their complicacies. Masih inget 30 juta untuk restorasi rumah rakyat di Yogya? Menurut Cak Nun (lagi-lagi Cak Nun, biar aja... dia memang pantes dikagumi) dampaknya lebih hebat dari gempa itu sendiri???? Iming-iming tersebut telah membuat orang Yogya yang mulai termotivasi untuk membangun wilayahnya menjadi termotivasi untuk menantikan uang kaget dan uang-uang kaget lainnya. Yah..kalau dari pelajaran ini, manusianya menjadi lebih penting, terutama values dan perilakunya. Mau di debat lagi juga bisa sih! Kayak telur dan ayam….

Telur dan ayam?? Mana duluan? Ntar dulu... kita lihat dulu yah...sebenarnya seperti apa sih profil desa yang dijadikan ”Desa Kita”. Kepentingan Desa Kita yang harus di dahulukan, bukannya keinginan kit, apalagi cuma masalah telur dan ayam.

Labels: ,

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home