Friday, June 08, 2007

NIAT BAIK KOK DIATUR?

Beberapa waktu yang lalu saya diundang oleh IPB untuk membicarakan konsep CSR. Sebenarnya males melabel konsep Desa Kita dalam bungkusan CSR, soalnya label tersebut sudah diabuse oleh nuansa politis. Namun berhubung pihak panitia sudah membungkusnya dalam kemasan CSR..what else could I do.

Singkat cerita, di dalam seminar tersebut, ada 3 pihak yang diundang. Lembaga tempat saya bernaung, suatu perusahaan pertambangan dan sebuah LSM yang bergerak di bidang CSR. Ada beberapa pemahaman yang terlontar disana dan fokus utamanya adalah bahwasanya CSR harus merupakan solusi bagi masyarakat dan sustainable against CSR sebagai kosmetik perusahaan dan political platform.

Untuk pengetahuan, boleh lah, ada pemahaman dan kesepakatan disana. Namun ada satu hal yang benar-benar membuat bulu kuduk saya berdiri. Peserta dari LSM memproklamasikan dirinya sebagai pihak yang mengawasi efektivitas dari implementasi CSR yang dilakukan oleh organisasi dan lembaga. Selanjutnya yang lebih membuat saya ternganga-nganga adalah rencana menjadikan CSR sebagai suatu kewajiban yang akan dijadikan bagian dari UU Perseroan Terbatas. Yang lebih mengejutkan lagi ada kabar burung yang mengatakan bahwa akan dibuat departemen khusus.

Ada beberapa keheranan yang terungkap dalam benak. Kalau CSR tersentralisir dan dananya difokuskan pada suatu departemen khusus....isnt it another kind of tax yang dibebankan pada perusahaan etc...anyway...terlalu pagi untuk sampai kesini karena undang-undangnya belum jelas.

Next, kenapa ya... niat baik orang harus ditata. Konsep CSR khan sebenarnya bermuara pada konsep interdependensi antara suatu institusi, organisasi dengan masyarakat di sekitarnya. Jadi harus timbul dari kesadaran institusi atau organisasi akan konsep interdependensi tersebut. Kalau dipaksakan...kapan mau sadarnya??? Pingsan terus deh...bangsa ini. Edan!!!

Labels: , ,

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home