Tuesday, October 09, 2007

It’s a miracle!!!

24 Agustus, Ibu-ibu Desa Mekarjaya membentuk kelembagaan usaha kue kering. Keberadaan usaha kue kering ini sangat diharapkan dan dinanti-nantikan oleh ibu-ibu di tengah ketidakpastian dan kekurangan dalam hal pendapatan rumah tangga untuk membiayai kebutuhan sehari-hari. Maklum, para ibu harus berjuang sendiri menafkahi keseharian rumah tangga mereka karena para suami harus pergi merantau ke kota besar untuk mencari nafkah karena tidak adanya peluang di desa, namun uang yang kembali ke desa hanya sedikit, tidak cukup, bahkan tidak pasti.

Usaha kue Ibu-ibu berdiri, namun harus mulai dari nol. Ibu-ibu tidak punya pengalaman usaha, hanya berbekal sedikit kemampuan membuat kue kering yang didapat dari kursus kue yang pernah diadakan yang difasilitasi oleh Ibu Fatmah Bahalwan yang merupakan moderator millist para pembuat kue terbesar di Indonesia, Naturan Cooking Club, pada dua minggu sebelumnya (lihat: Another Trip to Mekarjaya). namun setidaknya ibu-ibu sudah punya dasar, bekal karena yang diajarkan oleh Bu Fatmah adalah standar dalam membuat kue yang baik, standar kue yang berbeda dengan kue pada umumnya di desa. Ada peningkatan standar produk kue yang dihasilkan.

Sehari sebelum usaha kue ibu-ibu dibentuk, ibu-ibu mengikuti lomba usaha kue kering untuk mengasah kemampuan membuat kue yang telah didapat dari workshop dua hari, sekaligus bersimulasi melakukan usaha kue. Ibu-ibu tidak hanya membuat kue, tapi juga mengelola uang modal, memilih dan membeli bahan, menentukan jenis kue yang dibuat (ibu-ibu tidak mentah-mentah menjiplak kue yang diajarkan pada workshop, tapi juga banyak melakukan kreasi), mengorganisasikan pembagian tugas antar anggota tim, sampai dengan menciptakan nilai tambah produk dan mempromosikannya.

Lembaga usaha kue ibu-ibu Mekarjaya sudah terbentuk. Uang-uang sisa lomba dikumpulkan untuk modal, tapi masih terlalu sedikit untuk menjadi modal. Ibu-ibu pun mengeluarkan uang dari kantong pribadinya untuk dikumpulkan menjadi modal. Tindakan ini patut diacungi jempol, karena ibu-ibu sudah sadar bahwa tidak akan ada hasil tanpa ada pengorbanan. Di tengah kekurangan dan harapan yang belum pasti saat itu, ibu-ibu berani mengambil keputusan dan risiko untuk mengeluarkan modal. Sungguh merupakan sikap wirausahawan yang didasari niat atau kemauan untuk mengubah keadaan.

Lembaga usaha sudah ada, selanjutnya adalah melangkah ke depan, menapaki jalan panjang dengan harapan jalan tersebut akan mengantar kepada keberhasilan. Di depan ada sedikit peluang yang jika dimanfaatkan, mudah-mudahan dapat membantu mencapai keberhasilan. Kesempatan itu adalah event Hari Ulang Tahun Kabupaten Kuningan pada seminggu ke depan, berarti usaha kue ibu-ibu hanya memiliki waktu seminggu untuk mempersiapkannya. Menggunakan sedikit modal yang sudah terkumpul, Produksi dilakukan, tanpa mengetahui dengan pasti apakah kue akan berhasil terjual.

Pameran berlangsung selama 11 hari. Hasilnya? Mengejutkan, sisa 70 toples! Hanya sedikit yang terjual. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan ibu-ibu menghadapi kenyataan tersebut, putus asa, bingung, pesimis… ini merupakan kesempatan pertama, langkah pertama, tapi hasilnya bukannya membuat lebih semangat lagi tapi malahan membuat putus asa. Terus bagaimana? Tapi barang masih banyak, masih bisa dijual, jangan putus asa. Ini kondisi krisis, karena ibu-ibu sudah keluar uang yang tidak sedikit bagi mereka, uang yang digunakan untuk modal bukan dari kelebihan uang, tapi dari kekurangan uang yang dimiliki oleh ibu-ibu. Daripada menyerah, yang penting sekarang selamatkan dulu uang ibu-ibu, walaupun nanti uang yang kembali tidak 100%. Para pedagang dan distributor kue dikumpulkan, hitung-hitungan keuntungan tidak lagi dipedulikan. Dengan usaha yang keras kue sisa tersebut berhasil dihabiskan, hanya sisa sedikit untuk dijadikan contoh produk dalam menawarkan produk selanjutnya.

Prinsip hidup seorang binaragawan ternama, Ade Rai, yaitu “Tidak ada kerja keras yang tidak membuahkan hasil”, memperoleh pembuktian validitasnya oleh ibu-ibu. Melalui kerja keras memasarkan produk hasil sisa pameran kepada beberapa pedagang membuat para pedagang mengenal produk buatan ibu-ibu. Para pedagang tertarik, bahkan mereka tidak hanya mau membeli produk sisa tersebut, namun juga melakukan pemesanan untuk kebutuhan Hari Lebaran. Sampai dengan hari ini, tiga minggu setelah berakhirnya pameran, pesanan yang sudah dipenuhi sebanyak 640 toples kue kering, dan pesanan masih terus berlanjut. Dalam waktu sekejab, perasaan pesimis telah berubah menjadi optimis, bayangan kelam kegagalan dan kerugian telah berubah menjadi harapan cerah keberhasilan, pesanan berlimpah dan masa depan usaha ibu-ibu ada di depan mata. Isn’t it a miracle?